Senin, 23 September 2013

Sigmun Freud : Zeitgeis Psikoanalisa, Teori Libido dan Tahap-tahap Perkembangan Manusia




Zeitgeist
Timbulnya aliran baru disebabkan oleh lahirnya seorang tokoh besar yang membawa pandangan baru dan kemudian mendapat dukungan dari lingkungannya. Sehingga, menjadi trend pada masa itu dan membawa perubahan. Seperti halnya teori psikoanalisa dari Sigmund Freud (1880), Freud menganggap bahwa kesadaran hanya merupakan sebagian kecil saja dari seluruh kehidupan psikis. Ia menentang aliran strukturalis dari Wilhelm Wundt yang menekankan pada kesadaran. Menurut Freud, Psyche diibaratkan sebagai gunung es ditengah lautan, yang ada dipermukaan air laut itu menggambarkan kesadaran. Sedangkan yang berada dibawah permukaan laut (yang merupakan terbesar) itu menggambarkan ketidaksadaran. Dalam ketidaksadaran itulah terdapat kekuatan-kekuatan yang mendorong terbentuknya pribadi.

Libido
Libido adalah energi vital perangsang somatis yang bersifat kejiwaan dan bersumber pada kebutuhan biologis serta dibawa sejak lahir. Freud mengememukakan ada dua insting dasar yang dimiliki manusia, yaitu :
1.      Instink hidup (Naluri untuk mempertahankan hidup)
Fungsi instink hidup adalah untuk melayani maksud individu dalam melanjutkan keturunan. Bentuk utama instink ini adalah makan, minum, dan seksual.
2.      Instink mati (Naluri untuk merusak)
Instink ini memberikan perilaku yang agresif pada setiap individu. Instink mati mengakibatkan agresi yang ditujukan pada orang lain, maupun diri sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari Freud yang menyatakan bahwa tujuan semua hidup adalah mati (1920). Pendapat adanya keinginan untuk mati tersebut didasarkan pada prinsip konstanti Fechner.
Terdapat tiga sistem yang saling berinteraksi dalam diri manusia, yaitu id, ego, dan super ego. Id merupakan segala sumber energi psikis, semua prinsip ketidaksadaran dan hanya kesenangan merupakan milik id. Ego berfungsi untuk mengatur dorongan id, dengan prinsip proses dunia nyata. Sedangkan super ego berisikan tentang aturan-aturan moral ataupun harapan lingkungan. Super ego menggunakan prinsip moral sebagai pertimbangan perilaku individu dalam kehidupannya.

Tahap – Tahap Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud
Freud memiliki pandangan bahwa apa yang terjadi pada awal perkembangan dapat meramalkan apa yang akan terjadi pada tahap berikutnya.
Freud membagi lima tahap perkembangan kepribadian, yaitu :
1.      Fase Oral (0-1 tahun)
Aktifitas awal bayi menekankan pada kebutuhan-kebutuhan mulut dan daerah sekitarnya, mulai dari menyusu, makan, menghisap jempol, dan lainnya. Dalam fase oral, terdapat dua tahapan. Yang pertama adalah Complete Oral Incorporation atau peresapan total. Periode ini berlangsung hingga bayi berusia kurang lebih 8 bulan, dimana ia mulai menumbuhkan Attachment atau kelekatan pada objek yang dikenalnya pertama kali, dalam hal ini ibu sebagai objek kelekatannya. Yang kedua adalah Sadisme Oral, dimana bayi  mulai menggigit. Pada bagian ini timbullah agresifias yang selanjutnya berkembang emosi dan cinta.
2.      Fase anal (1-3 tahun)
Ditandai dengan berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (antiteksis) di sekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul perasaaan lega, nyaman, dan puas. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal, tepatnya pada saat anak usia 2th adalah latihan kebersihan (toilet training). Latihan kebersihan yang terselesaikan dengan baik, yaitu dengan cara membimbing, memuji, dan penuh kasih sayang, akan menjadi dasar kreativitas dan produktivitas anak. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian. Namun, jika anak gagal dalam fase ini, atau tugas tersebut tidak terselesaikan dengan baik, akan menimbulkan kesulitan perkembangan perilaku di kemudian hari. Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah prototip tingkahlaku keras kepala dan kikir (anal retentiveness personality).
3.      Fase Phallic (3-5 tahun)
Pada fase ini yang menjadi pusat adalah perkembangan seksual dan rasa agresi serta fungsi, alat-alat kelamin. Pada masa ini juga adanya proses kompleks Oedipus. Komlpeks Oedipus terdiri atas cathexis seksual terhadap orang tua yang berlainan jenis kelaminnya serta cathexis permusuhan terhadap orang tua yang sama jenis kelaminnya.
Kompleks Oedipus pada anak laki-laki dan perempuan itu berbeda atau tidak sama. Perasaan untuk memperebutkan kasih ibu  dan menganggap ayah sebagai saingannya, pada anak laki-laki cenderung tetap, sedangkan pada anak perempuan berubah-ubah.
a.       Perkembangan kompleks Oedipus pada anak laki-laki.
Dorongan incest dengan ibu serta sikap menentang terhadap ayah menyebabkan anak laki-laki memiliki konflik dengan ayahnya. Adanya ketakutan dikastrasi  menyebabkan ditekannya keinginan seksual terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayah, yang menyebabkan anak laki-laki mengidentifikasikan diri terhadap ayah. Sehingga dengan hal tersebut anak laki-laki akan mendapatkan dua macam manfaat, yaitu:
1.      Memperoleh pemuasan dorongan seksnya terhadap ibu
2.      Rasa erotisnya terhadap ibu yang berbahaya ditutup oleh sikap menurut dan sayang terhadap ibu.
b.      Perkembangan kompleks Oedipus pada anak perempuan.
Anak perempuan mengganti obyek cintanya dari ibu ke ayah.  Hal tersebut sebagai reaksi terhadap pengalaman traumatisnya, yang keadaannya seperti dikastrasi:
·         Dia beranggapan ibulah yang bertanggung jawab terhadap keadaan yang demikian yang melemahkan cathexisnya terhadap ibu.
·         Dia mentransfer cintanya kepada ayah karena memiliki organ yang ia inginkan.
Freud berpendapat bahwa tiap orang secara inherent adalah biseksual, tiap jenis kelamin tertarik oleh jenis kelamin yang sama dan jenis kelamin yang berlainan. Timbulnya kompleks Oedipus merupakan hal pokok pada masa falis dan tetap membekas seumur hidup.
4.      Fase Laten (5-12 tahun)
Dalam tahap ini anak mengalami periode perbedaan impuls seksual, disebut periode laten. Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan  interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi serta kepercayaan diri. Pada fase ini, anak-anak secara relatif lebih mudah dididik daripada fase-fase sebelumnya atau sesudahnya. Fase ini merupakan fase integritas karena anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial. (misalnya, pelajaran sekolah, hubungan kelompok sebaya, konsep nilai, moral, dan etik serta hubungan dengan dunia dewasa). Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.
5.      Fase Genital (13+)
Di awal fase genital ini seseorang mempunyai sifat narcitis yang artinya individu mendapat kepuasan dari perangsang dan manipulasi dirinya sendiri. Orang lain hanya memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah itu. Pada fase ini seseorang mulai belajar mencintai orang lain karena alasan altruistis, bukan hanya alasan narcitis. Kemudian di akhir fase ini dorongan altruistis telah disosialisasikan  menjadi tetap dalam bentuk pemindahan obyek, sublimasi, dan identifikasi.
Singkat dari fase ini adalah seseorang yang narcitis (mengejar kenikmatan) menjadi orang dewasa yang disosialisasikan dan realistis. Fungsi biologis yang pokok pada fase ini adalah organ reproduksi.

Walaupun Freud menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase tetapi tidak berpendapat bahwa terdapat batas yang tajam di antara fase-fase tersebut.





Sumber            : Suryabrata Sumadi (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada

0 komentar: