Kamis, 02 Januari 2014

Maaf Untuk Ibu

Ibu, ia adalah pahlawan kita
Ibu, mungkin satu-satunya orang di dunia ini yang bersedia selama 9 bulan membawa kita kemana saja ia pergi.
Ibu, kita memiliki hutang nyawa kepadanya. Ingat, dia bertaruh nyawa di hadapan Tuhan demi memberi kesempatan kepada kita untuk melihat dunia ini.
Anak, pasti memiliki sejuta kisah dengan ibunya.
Kisah kasih sayang seorang ibu.
            Aku menyamarkan namanya menjadi Ibu Ana.
20 tahun yang lalu Ibu Ana melahirkan putri pertama yang sebut saja namanya Fitri. Fitri, bukan termasuk bayi yang ‘tenang’. Bahkan seolah-olah disetiap detik, di rumah keluarga kecil ibu Ana tak pernah sunyi dari suara tangisan bayi. Siapa dalangnya? Siapa lagi kalau bukan Bayi Fitri. Hingga hampir setahun usia Fitri, Ibu Ana hampir tak pernah dapat tertidur lelap di malam hari karena harus terus menggendong Fitri, menenangkan putrinya tersebut.
Fitri mulai bisa berjalan dan bicara. Ia tumbuh menjadi balita yang aktif. Sedikitnya Ibu Ana sudah dapat  tidur dengan tenang di malam hari. Tapi justru pada usia Fitri yang sekarang ini, lebih melelahkan untuk Ibu Ana dari pada saat Fitri masih bayi.
Fitri senang sekali berjalan kesana dan kemari sehingga secara otomatis Ibu Ana akan mengikuti kemanapun putrinya tersebut bergerak. Lelah, dan akan lebih lelah lagi jika Fitri sedang ngambeg. Fitri tidak mau di lepaskan dari gendongan Ibu Ana.Tak jarang juga Ibu Ana harus tidur dengan terduduk sambil menggendong Fitri.
Fitri, siapakah Fitri? Oke aku akan jujur, Fitri tersebut adalah diriku sendiri.
Ketika mengingat semua hal di atas, aku selalu ingin menangis. Betapa besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Terlebih ketika aku habis menyakiti hati ibu dan membuatnya menangis, lalu mengingat semua hal diatas, aku merasa durhaka dan jadi orang paling tak tahu malu sekaligus terbodoh di dunia ini. Bagaimana aku membalas air susu (kasih sayang) yang ibuku berikan padaku dengan air tuba (menyakiti hatinya).
Aku memang sering menyakiti hati ibuku, tapi dalam hati kecilku tak pernah ada kata benci untukknya. Justru bagiku dia adalah soulmate-ku. Ya, aku tak bisa berkata-kata lagi dengan hal ini, aku sering menyakitinya tapi dengan hati yang lapang dia mau menerima diriku menjadi salah satu dari soulmate-nya juga. Bahkan terkadang temanku terheran-heran padaku bagaimana bisa aku begitu dekat dengan ibuku. Kemanapun dan sedikit apapun suatu hal, semuanya, aku selalu membaginya dengan ibu. Karena dialah yang paling bisa membuatku nyaman untuk memberi dan bercerita. Aku dan ibu seperti sahabat karib tapi terikt oleh hubungan darah.
Yang paling membuatku bertambah sayang dan bangga memiliki ibu seperti ibuku adalah setelah kelahiran adikku. Kenapa demikian? Adikku lahir dan mengalami penyakit di syarafnya sehingga dia menjadi ABK. Tapi, hal ini tak sedikit pun membuat ibuku malu apalagi kecil hati. Ia tetap menyayangi adikku layaknya dia menyayangiku, mengajak adikku bersosialisasi dengan banyak orang.
Sebagai anak, sampai di umurku yang sekarang, aku belum dapat memberi kebagiaan yang besar untuk ibuku. Hanya mampu memberinya rasa bangga dengan prestasi akademik dan beasiswa kuliah yang kudapatkan, dimana itu semua tetap tak bisa dilepaskan dari peran ibuku.
Materi, kesuksesan bahkan nyawa ini sekalipun tak akan pernah dapat menggantikan kasih sayangnya kepadaku. Aku hanya bisa berjanji pada diriku sendiri untuk tak akan lagi menyakiti hatinya, memberi perhatian padanya atau apapun itu jika aku mampu dan bisa membuatnya merasa bahagia.
Selamat Hari Ibu…
------
Untuk lebih banyak tahu tentang kecantikan, kesehatan dan gaya hidup perempuan terkini , klik www.perempuan.com