Jumat, 17 April 2015

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DAN PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA
“Hubungan Filsafat Ilmu dan Psikologi”


Pendahuluan
Psikologi dan filsafat  memanglah dua disiplin ilmu yang berbeda, namun sebenarnya kedua disiplin ilmu ini tidak dapat dipisahkan. Karena psikologi sendiri merupakan bagian dari filsafat. Ditinjau secara historis dapat dikemukakan bahwa ilmu yang tertua adalah ilmu Filsafat. Ilmu-ilmu yang lain tergabung dalam filsafat, dan filsafat merupakan satu-satunya ilmu pada waktu itu. Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang tergabung dalam filsafat akan dipengaruhi oleh sifat-sifat dari filsafat, demikian pula halnya dengan  psikologi.
Lama-kelamaan, disadari bahwa filsafat sebagai satu-satunya ilmu kurang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Disadari bahwa hal-hal yang berhubungan  dengan kehidupan tidak cukup lagi hanya diterangkan dengan filsafat. Pada saat  psikologi masih tergabung dengan filsafat, dasar pemikirannya sejalan dengan  pemikiran  perkembagan ilmu pengetahuan di jaman sebelum Renaissance, yaitu, jaman Yunani Kuno dan jaman pertengahan. Lama-kelamaan, disadari bahwa filsafat  sebagai satu-satunya ilmu kurang dapat memenuhi kebutuhan manusia.  Sejak awal  pertumbuhan hingga pertengahan abad ke-19, psikologi lebih banyak dikembangkan oleh para pemikir dan ahli filsafat, yang kurang melandasi pengamatannya pada  fakta kongkrit. Mereka lebih mempercayai pemikiran filsafat dan pertimbangan- pertimbangan abstrak serta spekulatif. Teori-teori yang mereka ciptakan lebih  banyak didasarkan pada pengalaman pribadi dan pengertian sepintas lalu. Oleh  karena itu, dapat dimengerti bahwa psikologi pada waktu itu kurang dapat dipercaya  kebenarannya. Dalam perkembangan psikologi selanjutnya, dirasakan perlunya  penggunaan metode lain, untuk menjamin obyektifitasnya sebagai ilmu, yaitu menggunakan metode “empiris”. Metode empiris menyandarkan diri pada : pengalaman, pengamatan, dan eksperimen/percobaan (empiris, empiria, yang berarti pengalaman dan pengamatan) (Ahmadi, 1998:52), dimana hal ini sejalan dengan penemuan ilmu pengetahuan modern yang sudah mulai dirintis pada zaman Renaissance.
Sekalipun psikologi pada akhirnya memisahkan  diri dari filsafat, namun psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat, bahkan ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafatpun tetap masih ada hubungan dengan filsafat, khususnya filsafat ilmu, terutama mengenai hal-hal yang menyangkut sifat, hakikat, serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu,  (Ahmadi, 1998:28-29). Dengan demikian, maka akan dapat dianalisa lebih lanjut tentang aktualitas filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai landasan filosofiknya, khususnya psikologi, baik dalam hal ontology, epistemology, maupun aksiologinya.  

Hubungan Psikologi dan Filsafat
a.      Psikologi dan filsafat dalam memandang ilmu alam dan supranatural
      Psikologi merupakan suatu cabang ilmu yang membahas tentang manusia. Bagi orang awam,  tak jarang kebanyakan mereka menganggap psikologi merupakan ilmu perdukunan atau sebuah ilmu yang berbau supranatural seperti : dapat membaca pikiran, meramal dan lain sebagainya.
      Sedangkan filsafat sendiri banyak membahas tentang refleksi-refleksi terhadap alam dan segala fenomena yang hadir disana.
      Dalam menjelaskan fenomena ilmu alam (ilmu pengetahuan atau sains)  psikologi dan filsafat memiliki pandangan yang  dapat dikatakan berbeda.
Pandangan secara psikologi
Dalam menjelaskan fenomena sains dan supranatural,  psikologi memiliki perbedaan, pembahas yang bermacam-macam. Hal ini salah satunya adalah dikarekan  factor kultur, sehingga dalam menjelaskannya ada perbedaan secara individual yaitu berdasarkan pengalamannya selama individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh perbedaan terlihat dalam memaknai sebuah fenomena supranatural. Misalnya saja di Indonesia mengangap sapi itu adalah hewan biasa saja, sedangkan di India sapi dianggap sebagai hewan suci yang dapat memberikan berkah kepada mereka dan tak boleh disembelih. Alasan  lain mengapa terjadi perbedaan dalam membahasnya adalah karena beberapa daerah dihubungkan dengan emosi yang kuat dan dominannya kecemasan yang hadir. Yaitu tentang pemahaman tetang diri kita, hubungan dengan orang lain , pemikiran tentang kematian dan perasaan kehilangan dan moral Sehingga pada  ahirnya untuk membahas tentang sains dan  supranatural adalah bersifat informative karena pengalaman kita sehari-hari yang terus berubah
         Perkembangan data cultur berdasarkan konteks yang kuat akan mempengaruhi penjelasan sains sebab akibat, dan penjelasan supranatural akan mempengaruhi sifat ketuhanan atau religiusitas karena digunakan oleh individu yang sama dengan persepsi yang sama dalam menjelaskan  sebuah fenomena.
         Setiap orang memiliki tiga perbedaan dalam menjelaskan suatu fenomena yang sama yang berubah-berubah  dan yang kemudian disatukan. Caranya yaitu dengan target-dependen thinking, synthetic thinking dan integrated thinking.
         Dalam target-dependen thinking ini penjelasan tentang supranatural dijelaskan dengan berbagai aspek yang berbeda. Sedangkan dalam synthetic thinking  menggunakan dua gaya untuk menjelaskan aspek yang sama dari sebuah fenomena. Dan dalam integrated thinking dalam menjelaskan sebuah fenomena menggunaka dua atau berbagai jenis pemikiran yang kemudian akan disatukan.
Pandangan menurut filsafat
Dalam  literatur filsafat dan teologi menemukan berbagai jenis jalan dalam memandang hubungan antara ilmu pengetahuan dan religiusitas (bersifat supranatural). Menurut barbou (dalam ……..) ada 4 jenis hubungan antara ilmu pengetahuan dan religiusitas , macam-macamnya antara lain : total conflik, independence, diaoluge, dan integration.
         Total conflik menjelaskan bahwa tidak mungkin untuk menyatukan  persepsi dalam menjelesankan kehidupan religiusitas dan kehidupan yang berdasarkan pengetahuan. Tidak hanya isi dari keduanya yang nyaris overlap dengan sempurna, namun karena kepercayaan dari keduanya  yang kontradiksi
         Secara independen, pandangan ini berseberangan dengan moden total conflik dan claim yang percaya bahwa religiusitas dan pengetahuan dapat hidup bersama, karena pada dasarnya kedua hal ini memliki prinsip yang berbeda. Argumen dalam pandangan ini bisa jadi berbeda-beda sehingga dapat terdiri dari berbagai jalan pikiran.
         Sedangkan menurut reconciliation,  meskipun isi dari religiusitas dan pengetahuan saling overlap, tapi meskipun demikian mereka hidup bersama, bediri dalam pijakan atau hal sama.  Area-area yang overlap dalam kedua hal tersebut dapat terdiri dari hal yang bisa menimbulkan conflik dan bahkan harmoni
Berdasarkan pandangan tersebut seolah psikologi dan filsafat memiliki pekiran yang berbeda dalam memandang sebuah fenomena supranatural dan ilmu alam.  Tapi kedua cabang ilmu  ini dapat bersatu dalam membahas beberapa hal salah satunya adalah rasionalitas
Rasionalitas adalah merupakan topik yang penting ketika kita berdiskusi untuk membahas hubungan psikologi dan filsafat dalam menjelaskan tentang data hidup bersama. Kesamaan antara keduanya terletak pada penggalian data yang berdasarkan norma dan realitas psikologi yang komples. Coexistence atau hidup bersama akan membenarkan status tentang keadilan. Penambahan supraturan oleh manusia dalam memandang kehidupan  juga tidak dapat dipisahkan dari alam dan alasan  yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
b.      Psikologi dan Filsafat berbicara tentang moral
        Dalam pelaksanaannya, psikologi dapat dikatakan  mengutamakan realitas atau berdasarkan empirisme. Setiap teori yang dimunculkan harus telah dilakukan penelitian sebelumnya. Dan salah  satu penelitian dalam cabang ilmu psikologi adalah penelitian  kognitif.
        Namun  penelitian kognitif ini dalam pelaknaannya dengan menggunakan metode psikologi tak jarang menghasilkan hasil penelitian yang bertentangan dengan moral sehingga menimbulkan dilema moral. Biasanya mekanisme psikologis yang ada akan dibandinghkan atau di sejajarkan dengan perdebatan filosofis teori moral yang berdeda-beda.
        Dalam psikologi sendiri memiliki beberapa jenis  moral, dimana masing-masing moral tentu saja memiliki tinjauan filosofi yang berbeda-beda . Berikut ini adalah beberapa jenis sitem moral dalam psikologi yang menarik untuk dilihat filsuf moral yang antara lain :

1.      The trolley problem
Poin utama dari penelitian dalam moral psikologi adalah  trolley problem. Dimana dalam sebagian penelitian menganggap bahwa sebuah norma dapat diterima ketika mengarahkan trolley dari yang awalnya lima korban menjadi satu korban tetapi norma tidak akan dapat di terima ketika dalam penelilitian yang awalnya memakan satu korban menjadi lima koraban. Pola ini konsisten dalam  range biologi dan cultur yang beraneka ragam
Genre dkk (dalam ……..) telah menyarankan beberapa karakteristik pola dari aktifasi otak   yang  jelas mencerminkan dua proses psikologi dari judgment moral : yaitu sebuah sistem kognitif  yang baik bagi kesejahteraan dan sebuah sistem afeksi yang melarang tindakan yang mempengaruhi fisik secara langsung pada individu tertentu. Diaknosis mereka untuk masalah dari respon standar pada masalah kegilaan (trolley) adalah bahwa kasus menjadi gagal untuk mengaktifkan sistem afeksi, sedangkan kasus dorongan yang kuat dapat mengaktifkan itu.  Kritiknya seperti “ tangisan bayi” dilema, ada dua proses yang terjadi disana. Proses apapun yang lebih kuat diaktifkan dan menentukan judment ahir . Menggabungkan dua sistem ini, pola aktivasi otak dalam kasus ini mencerinkan konflik kognitif
Sebuah interpretasi alami dari dari dua sistem bahwa salah satu akan menghasilkan pola penilaian yang sesuai dengan aturan deontolgis (tidak boleh merugikan individu manapun) sementara yang lain alas an konsekuense yang eksplisit. Selain itu dua sistem penilaian moral memberikan penjelasan alami untuk pengalam fenomenologis yang berhubungan dengan dilemma moral seperi kasus bayi menangis. Dilema semacam ini menimbulkan penilaian yang berbeda  yang pada ahirnya mengakibatkan konflik kognitif

2.      Moral  Lucky
Sebuah data akan  memberi gambaran yang lebih lengkap dari dua proses judment moral yang mungkin bekerja di kasus keberuntungan moral. Yaitu sebuah proses yang  mengevaluasi niat dan output penilaian kebolehan moral, dan proses yang relatif lebih sensitif terhadap konsekuensi dan output penilaian hukuman.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak memiliki konsepsi awal moralitas yang berpusat pada konsep hukuman, dan sensitif terutama untuk informasi tentang konsekuensi perilaku. Pada tahun-tahun awal sekolah dasar pergeseran terjadi dimana  anak mulai memahami moralitas dalam hal tugas, hambatan , dan timbal balik, dan menjadi lebih sensitive informasi tentang niat yang mendasari perilaku. Tampaknya kedua tahap perkembangan mungkin mencerminkan sebuah rancangan yang mendasari kognitif  mana yang berbeda dari proses mana yang berperan.
            Meskipun penelitian 'keberuntungan moral "dan ketidaksesuaian antara niat dan konsekuensi  masih dikembangkan, gambar yang muncul sejajar dengan kasus yang lebih baik dikembangkan dari utilitarian vs moral deontologis. Ada bukti ada peran proses psikologis yang berbedada, bahwa kadang-kadang dapat menghasilkan output yang berbeda, dan moral yang penilaian kadang-kadang hasil dari persaingan antara proses-proses tersebut.
Sehingga pada ahirnya teori-teori moral yang ada menimbulkan beberapa dampak antara lain :
1.                  Sistem psikologi dari kepuutusan moral
Konflik antara mekanisme penilaian moral muncul ketika beberapa kondisi terpenuhi. Pertama, mekanisme masing-masing dapat ditandai dengan aksioma yang berbeda. Kedua, mekanisme menghasilkan penilaian yang berlawanan dalam kategori yang identik, seperti permintaan normatif pada tindakan atau keputusan tanggung jawab. Ketiga, tuntutan dan penilaian perilaku yang dihasilkan oleh masing-masing mekanisme secara inheren dan tidak dapat ditawar- ini tidak mendukung kesimpulan tertentu tapi lebih kepada meminta sebuah kesimpulan
2.                  Konflik dengan individu
Salah satu fungsi keputusan moral adalah untuk membimbing penalaran praktis, dan untuk tujuan ini perlu untuk memilih beberapa dari penilaian moral yang ada.  Tapi tetap ada beberapa alassan untuk tetap menyadari bahwa sebuah dilemma moral adalah salah satu kategori moral yang mendasar, meskipun pada ahirnya kita harus memutuskan sebuah tindakan. Hal tersebut dapat mendorong kita untuk dapat bersimpati dan mendukung serta tidak mencela apapun yang dipilih oleh seorang individu.  Penunjukkan harga hamya sejauh pengalam kehidupan sehari-hari, didukung oelh penelitian psikologi yang empiris dan tercampum dalam literature filsafat, yang secara empiris didukung oleh psikologis
3.                  Konflik dengan teori
Sebuah hipotesis dari sebuah studi memiliki beberapa kemungkinan. Yang pertama adalah pilihan kesediaan  pada filsuf untuk mengembangkan ilmu “mumi” dari teori filsafat yang formal baik deontology maupun konsekuensi dari mekanisme psikologi.
Kedua, adalah pilihan kesediaan pada filsuf untuk mengembangkan “indeterminansi” teori filsafat – teori berdasarkan data lapangan dan bukan judmen pada case dimana psikologi sebagai sistem konflik, tetapi melakukan keputusan berdasarkan data lapangan dimana psikologi sebagai sebuah argument. Ketiga adalah kesediaan filsuf untuk mengembangkan 'hybrid' teori filosofis yang   trade off antara tuntutan sistem psikologis yang berbeda.
c.Filsafat dan Psikologi dikaitkan dengan pikiran dan kognisi
Pada ahir abad ke-19 dan awal abad 20, para psikolog hanya sedikit mengambil bagian dari filsafat yakni tentang pikiran dan kognisi. Namun hal ini berubah stetelah 30 tahun terahir, yakni dengan kecerdasan buatan, antropologi kognitif dan, linguistic dan ilmu syaraf, telah membuat psikologi dan filsafat berjalan di jalan yang sama. Filfuf psikolog bahkan telah dapat berkontribusi membuat karya ilmiah tentang kedua disiplin ini.
Prediksi tentang gambaran mental adalah pusat utama dari dalam  ilmu kognitif . Manusia tidak melakukan sesuatu yang sederhana atau hanya reflek saja terhadap lingkungan mereka di bekali dengan beberapa internal, mediasi mental, dan semacam perlengkanpan atau mesin yang sensitive terhadap lingkungan tetapi sangat kompleks dalam menggagalkan usaha.
Representasi mental bekerja seperti peran mediasi, diamana ia mengandung informasi tentang dunia kemudian digabungkan yang pada ahirnya akan memandu perilaku seorang individu
Isi dari representasi mental terdiri dari konsep peran atau prosedur semantik, teori kausal atau informasi dan teori teologi


DAFTAR PUSTAKA
Cristine H. Legare &Aku Visala. 2011. Between Religion and Science: Integrating Psychological and Philosophical Accounts of Explanatory Coexistence. University of Texas at Austin 1 University Station
Fiery Cushman & Liane Young. 2009. The Psychology of Dilemmas and the Philosophy of Morality. Cambridge : Massachusetts Institute of Technology.
Sutatminingsih, Raras. 2002. Aktualitas Filsafat Ilmu Dalam Perkembangan Psikologi. USU digital library
Wison, Robert A. 2005. Philosophy Of Psychology. New York: Routledge Press.


0 komentar: