Jika
dilihat dari sejarah perkembangannya, tidak ada satu sistem yang dominan yang
mengatur konseling.
Pada
ahir tahun 1940-an, para profesional menyadari kelemahan dari sistem konseling.
Robet Mathewson (1949) mengamati bahwa konseling “sedang berada pada pencarian
sebuah sistemuntuk membebaskan diri dari ketidakcukupan kerangka yang dipinjam
dari filosofi dan pendidikan tradisional, dari psikologi, dari formulasi
politik yang mendasari pemerintahan yang demokratis, dari konsep sains dll”
Sampai
ahir 1940-an, konseling menggunakan berbagai macam sistem. Karena profesi
tersebut tidak memiliki basis organisasi, bermacam kelompok mendefinisikan apa
yang mereka lakukan berdasarkan sistem yang paling cocok dengan diri mereka. Kompetesi di antara
berbagai macam sudut pandang khususnya yang berhubungan dengan teori sering
sangat seru. Beberapa konselor menyadari perlunya sebuah pendekatan sistematik
yang bisa menyatukan dalam disiplin mereka, tetapi perkembangan profesi yang
tidak terencana terbukti menjadi hambatan besar. Meskipun begitu, pada tahun
1990-an telah muncul beberapa sistem konseling, dua yang paling dominan adalah
ancangan perkembangan/ kesejahteraan dan rancangan medis/ patologis.
A. Ancangan
Perkembangan atau kesejahteraan
Konseling dari perspektif ini
didasarkan pada apakah masalah yang dihadapi klien itu berdasarkan tugas
pengembangan kehidupan. Perilaku yang sesuai pada suatu tahap kehidupan
tertentubelum tentu sesuai pada tahapkehidupan lainnya.
Allen Ivey (1990) menyarankan untuk
menerapkan konsep Piagetian dari tingkat kognitif (sensori motorik, konkret,
formal dan pasca formal). Oleh karena itu apabila klien pada mulanya tidak
menyadari perasaan mereka sendiri, konselor akan bekerja mulai dari tingkat
sensorimotor untuk memunculkan emosi kliennya. Dengan cara yang sama, klien
yang tertarik merencanakan strategi perubahan akan dibantu melalui formal
pikiran.
Sedangkan dalam perspektif
kesejahteraan, individu dipandang mempunyai sumberdaya untuk menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi secara praktis dan sesegera mungkin. Contoh dari
pendekatan konseling yang di dasarkan pada model kesejahteraan adalah solution focused theory. Contoh lain
pendekatan kesejahteraan masa kini dan mendatang adalah Stress Inoculation Training (SIT) (Meichenbaum, 1993), sebuah
intervensi yang bersifat proaktif dan psikoeducational yang dapat digunaka
disekolah maupun untuk orang dewasa. (Israelashvili, 1998). Pada model ini
seorang individu untuk memahami situasi dari permasalahan mereka, mendapat
keahlian untuk mengatasi masalah tersebut, dan menerapkan pengetahuan tersebut
untuk menghadapi peristiwa-peristiwa di masa kini dan masa depan, melalui
penggunaan imajinasi atau latihan simulasi.
Inti dari pendekatan perkembangan
atau kesejehateraan ini adalah menekankan pada tindakan preventif dan edukatif.
B. Model
medis atau patologis
Berlawanan dengan ancangan konseling
perkembangan adalah model medis atau patologis
dari manusia yang diwakili oleh mereka, yang mendasarkan rencana
perawatan sesuai dengan Diagnostic and
Stastical Manual of Mental Disorders (DSM) (American Psychiatric Association, 2000). DSM ini sesuai dengan
manual International Classification of
Diseases (ICD-10), yang diterbitkan oleh WHO, dalam menyusun pengelompokan gangguan psikiatri.
Fitur unik dari
sistem DSM sejak tahun 1980 adalah penggunaan lima sumbu (poros) untuk
menjelaskan diagnostic klien.
·
Sumbu
I
: mencakup sindrom klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi focus perhatian
klinis utama. Hal tersebut biasanya dianggap sebagai sumbu tempat klien
menyampaikan masalah dan munculnya
diagnosis utama.
·
Sumbu
II
: Memuat informasi diagnosis tentang gangguan kepribadian dan keterbasan
mental.
·
Sumbu
III
: Menggambarkan informasi mengenai kondisi medis klien secara umum, misalnya
sakit kronis
·
Sumbu
IV
: Memuat informasi mengenai masalah-masalah psikososial dan lingkungan yang
dapat mempengaruhi diagnosis, perawatan, dan prognosis dari gangguan mental,
seperti tidak punya teman dan rumah tidak layak
·
Sumbu
V
: Memberikan Global Assesment of Relational Fungtioning (GARF) untuk klien
dengan skala 0-100 (Ginter,2011). Semakin tinggi skornya, berarti semakin
berfungsi baik. Penilaian tersebut dapat berhubungan dengan masa lalu maupun
masa kini.
Ketika semua sumbu digabungkan, hasilnya mungkin
seperti berikut :
·
Sumbu
I
: 305.00; kecanduan alcohol, moderat.
·
Sumbu
II
: 317.00; cacat mental ringan
·
Sumbu
III
: Sakit kronis
·
Sumbu
IV
: bercerai, menganggur, tidak punya teman
·
Sumbu
V : GARF = 40 (saat kini)
Secara keseluruhan,
DSM merupakan sebuah model yang sangat menarik tetapi juga controversial
(Erikson & Kress, 2006; Hinkle, 1994; Lopes et al., 2006). Model tersebut
ateoretis dan mengkotakkan gangguan mental sebagai disposisional.
Masalah-masalah sosial seperti rasisme,
diskriminasi, patriarki, homophobia dan kemiskinan “tidak teruraikan dalam
focus DSM pada gangguan yang berakar pada diri seseorang” (Kress, Eriksen,
Rayle & Ford, 2005, p.98). Lebih jauh DSM secara subtansial tidak
berhubungan dengan apapun, kecuali diagnosis individual, yang sebagian besar
parah. Oleh karena sistem klasifikasi ini terbatas kegunaannya untuk konselor
kelompok, perkawinan dan keluarga, dan konseling profesional yang tidak bekerja
dengan populasi yang snagat terganggu, atau yang bekerja dari orientasi humanistic.
Meskipun begitu, DSM –IV-TR terorganisir secara logis dan memiliki jejaring
“pohon “ keputusan yang baik (untuk
mengetahui klasifikasi DSM-IV-TR)
Konselor jangan
bersikap naïf terhadap keterbatasan DSM atau alternatifnya yang telah
didiskusikan secara komperhensif oleh Eriksen dan Kress (2006). Bagaimanapun
juga seyogyanya mereka menguasi terminology DSM, telepas dari latar belakang,
spesialisasi, dan bahkan setuju tidaknya mereka dengan sistem klasifikasi ini,
demi alas an berikut :
1. Sistem
DSM dipergunakan secara universal oleh profesi penolong lainnya dan menjadi
basis dialog bersama, antara konselor dengan spesialis kesehatan mental lainnya
2. Sistem
DSM membantu konselor mengenal pola gangguan mental pada klien yang perlu dirujuk
ke professional kesehatan mental
lainnya, atau dirawat dengan cara-cara tertentu
3.
Dengan mempelajari sistem DSM, konselor
membentuk akuntabilitas , kredibilitas, keseragaman pengelolaan data, rencana
perawatan berbasis informasi, penelitian dan jaminan kualitas
0 komentar:
Posting Komentar