FILSAFAT
MANUSIA
“Hubungan
Filsafat Ilmu dan Psikologi”
Pendahuluan
Psikologi
dan filsafat memanglah dua disiplin ilmu
yang berbeda, namun sebenarnya kedua disiplin ilmu ini tidak dapat dipisahkan.
Karena psikologi sendiri merupakan bagian dari filsafat. Ditinjau secara
historis dapat dikemukakan bahwa ilmu yang tertua adalah ilmu Filsafat.
Ilmu-ilmu yang lain tergabung dalam filsafat, dan filsafat merupakan satu-satunya
ilmu pada waktu itu. Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang tergabung dalam filsafat
akan dipengaruhi oleh sifat-sifat dari filsafat, demikian pula halnya
dengan psikologi.
Lama-kelamaan,
disadari bahwa filsafat sebagai satu-satunya ilmu kurang dapat memenuhi
kebutuhan manusia. Disadari bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan tidak cukup lagi hanya
diterangkan dengan filsafat. Pada saat psikologi
masih tergabung dengan filsafat, dasar pemikirannya sejalan dengan pemikiran
perkembagan ilmu pengetahuan di jaman sebelum Renaissance, yaitu, jaman
Yunani Kuno dan jaman pertengahan. Lama-kelamaan, disadari bahwa filsafat sebagai satu-satunya ilmu kurang dapat
memenuhi kebutuhan manusia. Sejak awal pertumbuhan hingga pertengahan abad ke-19,
psikologi lebih banyak dikembangkan oleh para pemikir dan ahli filsafat, yang
kurang melandasi pengamatannya pada fakta
kongkrit. Mereka lebih mempercayai pemikiran filsafat dan pertimbangan- pertimbangan
abstrak serta spekulatif. Teori-teori yang mereka ciptakan lebih banyak didasarkan pada pengalaman pribadi dan
pengertian sepintas lalu. Oleh karena
itu, dapat dimengerti bahwa psikologi pada waktu itu kurang dapat dipercaya kebenarannya. Dalam perkembangan psikologi
selanjutnya, dirasakan perlunya penggunaan
metode lain, untuk menjamin obyektifitasnya sebagai ilmu, yaitu menggunakan
metode “empiris”. Metode empiris menyandarkan diri pada : pengalaman,
pengamatan, dan eksperimen/percobaan (empiris, empiria, yang berarti pengalaman
dan pengamatan) (Ahmadi, 1998:52), dimana hal ini sejalan dengan penemuan ilmu
pengetahuan modern yang sudah mulai dirintis pada zaman Renaissance.
Sekalipun psikologi pada akhirnya
memisahkan diri dari filsafat, namun
psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat, bahkan ilmu-ilmu yang
telah memisahkan diri dari filsafatpun tetap masih ada hubungan dengan
filsafat, khususnya filsafat ilmu, terutama mengenai hal-hal yang menyangkut
sifat, hakikat, serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu, (Ahmadi, 1998:28-29). Dengan demikian, maka
akan dapat dianalisa lebih lanjut tentang aktualitas filsafat ilmu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan sebagai landasan filosofiknya, khususnya
psikologi, baik dalam hal ontology, epistemology, maupun aksiologinya.
Hubungan
Psikologi dan Filsafat
a.
Psikologi
dan filsafat dalam memandang ilmu alam dan supranatural
Psikologi
merupakan suatu cabang ilmu yang membahas tentang manusia. Bagi orang awam, tak jarang kebanyakan mereka menganggap
psikologi merupakan ilmu perdukunan atau sebuah ilmu yang berbau supranatural
seperti : dapat membaca pikiran, meramal dan lain sebagainya.
Sedangkan
filsafat sendiri banyak membahas tentang refleksi-refleksi terhadap alam dan
segala fenomena yang hadir disana.
Dalam
menjelaskan fenomena ilmu alam (ilmu pengetahuan atau sains) psikologi dan filsafat memiliki pandangan
yang dapat dikatakan berbeda.
Pandangan
secara psikologi
Dalam menjelaskan
fenomena sains dan supranatural,
psikologi memiliki perbedaan, pembahas yang bermacam-macam. Hal ini
salah satunya adalah dikarekan factor
kultur, sehingga dalam menjelaskannya ada perbedaan secara individual yaitu berdasarkan
pengalamannya selama individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh
perbedaan terlihat dalam memaknai sebuah fenomena supranatural. Misalnya saja
di Indonesia mengangap sapi itu adalah hewan biasa saja, sedangkan di India
sapi dianggap sebagai hewan suci yang dapat memberikan berkah kepada mereka dan
tak boleh disembelih. Alasan lain mengapa
terjadi perbedaan dalam membahasnya adalah karena beberapa daerah dihubungkan
dengan emosi yang kuat dan dominannya kecemasan yang hadir. Yaitu tentang
pemahaman tetang diri kita, hubungan dengan orang lain , pemikiran tentang
kematian dan perasaan kehilangan dan moral Sehingga pada ahirnya untuk membahas tentang sains dan supranatural adalah bersifat informative
karena pengalaman kita sehari-hari yang terus berubah
Perkembangan
data cultur berdasarkan konteks yang kuat akan mempengaruhi penjelasan sains sebab
akibat, dan penjelasan supranatural akan mempengaruhi sifat ketuhanan atau
religiusitas karena digunakan oleh individu yang sama dengan persepsi yang sama
dalam menjelaskan sebuah fenomena.
Setiap
orang memiliki tiga perbedaan dalam menjelaskan suatu fenomena yang sama yang
berubah-berubah dan yang kemudian disatukan.
Caranya yaitu dengan target-dependen
thinking, synthetic thinking dan integrated thinking.
Dalam
target-dependen thinking ini
penjelasan tentang supranatural dijelaskan dengan berbagai aspek yang berbeda.
Sedangkan dalam synthetic thinking menggunakan dua gaya untuk menjelaskan aspek
yang sama dari sebuah fenomena. Dan dalam integrated
thinking dalam menjelaskan sebuah fenomena menggunaka dua atau berbagai
jenis pemikiran yang kemudian akan disatukan.
Pandangan
menurut filsafat
Dalam literatur filsafat dan teologi menemukan
berbagai jenis jalan dalam memandang hubungan antara ilmu pengetahuan dan
religiusitas (bersifat supranatural). Menurut barbou (dalam ……..) ada 4 jenis
hubungan antara ilmu pengetahuan dan religiusitas , macam-macamnya antara lain
: total conflik, independence, diaoluge,
dan integration.
Total conflik menjelaskan bahwa tidak
mungkin untuk menyatukan persepsi dalam
menjelesankan kehidupan religiusitas dan kehidupan yang berdasarkan
pengetahuan. Tidak hanya isi dari keduanya yang nyaris overlap dengan sempurna,
namun karena kepercayaan dari keduanya
yang kontradiksi
Secara
independen, pandangan ini berseberangan
dengan moden total conflik dan claim yang percaya bahwa religiusitas
dan pengetahuan dapat hidup bersama, karena pada dasarnya kedua hal ini memliki
prinsip yang berbeda. Argumen dalam pandangan ini bisa jadi berbeda-beda
sehingga dapat terdiri dari berbagai jalan pikiran.
Sedangkan
menurut reconciliation, meskipun isi dari religiusitas dan
pengetahuan saling overlap, tapi meskipun demikian mereka hidup bersama, bediri
dalam pijakan atau hal sama. Area-area
yang overlap dalam kedua hal tersebut dapat terdiri dari hal yang bisa
menimbulkan conflik dan bahkan harmoni
Berdasarkan
pandangan tersebut seolah psikologi dan filsafat memiliki pekiran yang berbeda
dalam memandang sebuah fenomena supranatural dan ilmu alam. Tapi kedua cabang ilmu ini dapat bersatu dalam membahas beberapa hal
salah satunya adalah rasionalitas
Rasionalitas adalah
merupakan topik yang penting ketika kita berdiskusi untuk membahas hubungan
psikologi dan filsafat dalam menjelaskan tentang data hidup bersama. Kesamaan
antara keduanya terletak pada penggalian data yang berdasarkan norma dan
realitas psikologi yang komples. Coexistence
atau hidup bersama akan membenarkan status tentang keadilan. Penambahan
supraturan oleh manusia dalam memandang kehidupan juga tidak dapat dipisahkan dari alam dan
alasan yang berdasarkan ilmu
pengetahuan.
b.
Psikologi
dan Filsafat berbicara tentang moral
Dalam
pelaksanaannya, psikologi dapat dikatakan
mengutamakan realitas atau berdasarkan empirisme. Setiap teori yang
dimunculkan harus telah dilakukan penelitian sebelumnya. Dan salah satu penelitian dalam cabang ilmu psikologi
adalah penelitian kognitif.
Namun penelitian kognitif ini dalam pelaknaannya
dengan menggunakan metode psikologi tak jarang menghasilkan hasil penelitian
yang bertentangan dengan moral sehingga menimbulkan dilema moral. Biasanya
mekanisme psikologis yang ada akan dibandinghkan atau di sejajarkan dengan
perdebatan filosofis teori moral yang berdeda-beda.
Dalam
psikologi sendiri memiliki beberapa jenis
moral, dimana masing-masing moral tentu saja memiliki tinjauan filosofi
yang berbeda-beda . Berikut ini adalah beberapa jenis sitem moral dalam
psikologi yang menarik untuk dilihat filsuf moral yang antara lain :
1.
The
trolley problem
Poin utama dari
penelitian dalam moral psikologi adalah trolley problem. Dimana dalam sebagian penelitian
menganggap bahwa sebuah norma dapat diterima ketika mengarahkan trolley dari yang awalnya lima korban menjadi
satu korban tetapi norma tidak akan dapat di terima ketika dalam penelilitian
yang awalnya memakan satu korban menjadi lima koraban. Pola ini konsisten dalam
range biologi dan cultur yang beraneka
ragam
Genre dkk (dalam
……..) telah menyarankan beberapa karakteristik pola dari aktifasi otak yang jelas mencerminkan dua proses psikologi dari judgment moral : yaitu sebuah sistem
kognitif yang baik bagi kesejahteraan
dan sebuah sistem afeksi yang melarang tindakan yang mempengaruhi fisik secara
langsung pada individu tertentu. Diaknosis mereka untuk masalah dari respon
standar pada masalah kegilaan (trolley)
adalah bahwa kasus menjadi gagal untuk mengaktifkan sistem afeksi, sedangkan
kasus dorongan yang kuat dapat mengaktifkan itu. Kritiknya seperti “ tangisan bayi” dilema,
ada dua proses yang terjadi disana. Proses apapun yang lebih kuat diaktifkan
dan menentukan judment ahir . Menggabungkan dua sistem ini, pola aktivasi otak
dalam kasus ini mencerinkan konflik kognitif
Sebuah
interpretasi alami dari dari dua sistem bahwa salah satu akan menghasilkan pola
penilaian yang sesuai dengan aturan deontolgis (tidak boleh merugikan individu
manapun) sementara yang lain alas an konsekuense yang eksplisit. Selain itu dua
sistem penilaian moral memberikan penjelasan alami untuk pengalam fenomenologis
yang berhubungan dengan dilemma moral seperi kasus bayi menangis. Dilema
semacam ini menimbulkan penilaian yang berbeda
yang pada ahirnya mengakibatkan konflik kognitif
2.
Moral Lucky
Sebuah data
akan memberi gambaran yang lebih lengkap
dari dua proses judment moral yang mungkin bekerja di kasus keberuntungan
moral. Yaitu sebuah proses yang mengevaluasi niat dan output penilaian kebolehan moral, dan proses yang relatif lebih
sensitif terhadap konsekuensi dan output penilaian hukuman.
Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa anak-anak memiliki konsepsi awal moralitas yang berpusat pada
konsep hukuman, dan sensitif terutama untuk informasi tentang konsekuensi perilaku.
Pada tahun-tahun awal sekolah dasar pergeseran terjadi dimana anak mulai memahami moralitas dalam hal tugas,
hambatan , dan timbal balik, dan menjadi lebih sensitive informasi tentang niat
yang mendasari perilaku. Tampaknya kedua tahap perkembangan mungkin
mencerminkan sebuah rancangan yang mendasari kognitif mana yang berbeda dari proses mana yang
berperan.
Meskipun
penelitian 'keberuntungan moral "dan ketidaksesuaian antara niat dan
konsekuensi masih dikembangkan, gambar
yang muncul sejajar dengan kasus yang lebih baik dikembangkan dari utilitarian
vs moral deontologis. Ada bukti ada peran proses psikologis yang berbedada,
bahwa kadang-kadang dapat menghasilkan output yang berbeda, dan moral yang penilaian
kadang-kadang hasil dari persaingan antara proses-proses tersebut.
Sehingga pada
ahirnya teori-teori moral yang ada menimbulkan beberapa dampak antara lain :
1.
Sistem psikologi dari kepuutusan moral
Konflik antara
mekanisme penilaian moral muncul ketika beberapa kondisi terpenuhi. Pertama,
mekanisme masing-masing dapat ditandai dengan aksioma yang berbeda. Kedua,
mekanisme menghasilkan penilaian yang berlawanan dalam kategori yang identik,
seperti permintaan normatif pada tindakan atau keputusan tanggung jawab.
Ketiga, tuntutan dan penilaian perilaku yang dihasilkan oleh masing-masing
mekanisme secara inheren dan tidak dapat ditawar- ini tidak mendukung
kesimpulan tertentu tapi lebih kepada meminta sebuah kesimpulan
2.
Konflik dengan individu
Salah satu fungsi keputusan moral adalah
untuk membimbing penalaran praktis, dan untuk tujuan ini perlu untuk memilih
beberapa dari penilaian moral yang ada.
Tapi tetap ada beberapa alassan untuk tetap menyadari bahwa sebuah
dilemma moral adalah salah satu kategori moral yang mendasar, meskipun pada
ahirnya kita harus memutuskan sebuah tindakan. Hal tersebut dapat mendorong
kita untuk dapat bersimpati dan mendukung serta tidak mencela apapun yang
dipilih oleh seorang individu.
Penunjukkan harga hamya sejauh pengalam kehidupan sehari-hari, didukung
oelh penelitian psikologi yang empiris dan tercampum dalam literature filsafat,
yang secara empiris didukung oleh psikologis
3.
Konflik dengan teori
Sebuah hipotesis dari
sebuah studi memiliki beberapa kemungkinan. Yang pertama adalah pilihan
kesediaan pada filsuf untuk
mengembangkan ilmu “mumi” dari teori filsafat yang formal baik deontology
maupun konsekuensi dari mekanisme psikologi.
Kedua, adalah pilihan kesediaan pada filsuf untuk
mengembangkan “indeterminansi” teori filsafat – teori berdasarkan data lapangan
dan bukan judmen pada case dimana psikologi sebagai sistem konflik, tetapi
melakukan keputusan berdasarkan data lapangan dimana psikologi sebagai sebuah
argument. Ketiga adalah kesediaan filsuf untuk mengembangkan 'hybrid' teori
filosofis yang trade off antara tuntutan sistem psikologis
yang berbeda.
c.Filsafat
dan Psikologi dikaitkan dengan pikiran dan kognisi
Pada
ahir abad ke-19 dan awal abad 20, para psikolog hanya sedikit mengambil bagian
dari filsafat yakni tentang pikiran dan kognisi. Namun hal ini berubah stetelah
30 tahun terahir, yakni dengan kecerdasan buatan, antropologi kognitif dan,
linguistic dan ilmu syaraf, telah membuat psikologi dan filsafat berjalan di
jalan yang sama. Filfuf psikolog bahkan telah dapat berkontribusi membuat karya
ilmiah tentang kedua disiplin ini.
Prediksi tentang gambaran mental adalah pusat utama
dari dalam ilmu kognitif . Manusia tidak
melakukan sesuatu yang sederhana atau hanya reflek saja terhadap lingkungan
mereka di bekali dengan beberapa internal, mediasi mental, dan semacam perlengkanpan
atau mesin yang sensitive terhadap lingkungan tetapi sangat kompleks dalam
menggagalkan usaha.
Representasi mental bekerja seperti peran mediasi,
diamana ia mengandung informasi tentang dunia kemudian digabungkan yang pada
ahirnya akan memandu perilaku seorang individu
Isi dari representasi mental terdiri dari konsep
peran atau prosedur semantik, teori kausal atau informasi dan teori teologi
DAFTAR
PUSTAKA
Cristine H. Legare &Aku Visala. 2011. Between Religion and Science: Integrating
Psychological and Philosophical Accounts of Explanatory Coexistence.
University of Texas at Austin 1 University Station
Fiery Cushman & Liane Young. 2009. The
Psychology of Dilemmas and the Philosophy
of Morality. Cambridge : Massachusetts Institute of
Technology.
Sutatminingsih, Raras. 2002. Aktualitas Filsafat Ilmu Dalam Perkembangan Psikologi. USU digital library
Wison, Robert A. 2005. Philosophy
Of Psychology. New York: Routledge Press.
0 komentar:
Posting Komentar