Zeitgeist
Timbulnya
aliran baru disebabkan oleh lahirnya seorang tokoh besar yang membawa pandangan
baru dan kemudian mendapat dukungan dari lingkungannya. Sehingga, menjadi trend
pada masa itu dan membawa perubahan. Seperti halnya teori psikoanalisa dari
Sigmund Freud (1880), Freud menganggap bahwa kesadaran hanya merupakan sebagian
kecil saja dari seluruh kehidupan psikis. Ia menentang aliran strukturalis dari
Wilhelm Wundt yang menekankan pada kesadaran. Menurut Freud, Psyche diibaratkan
sebagai gunung es ditengah lautan, yang ada dipermukaan air laut itu
menggambarkan kesadaran. Sedangkan yang berada dibawah permukaan laut (yang
merupakan terbesar) itu menggambarkan ketidaksadaran. Dalam ketidaksadaran
itulah terdapat kekuatan-kekuatan yang mendorong terbentuknya pribadi.
Libido
Libido
adalah energi vital perangsang somatis yang bersifat kejiwaan dan bersumber
pada kebutuhan biologis serta dibawa sejak lahir. Freud mengememukakan ada dua
insting dasar yang dimiliki manusia, yaitu :
1. Instink
hidup (Naluri untuk mempertahankan hidup)
Fungsi
instink hidup adalah untuk melayani maksud individu dalam melanjutkan
keturunan. Bentuk utama instink ini adalah makan, minum, dan seksual.
2. Instink
mati (Naluri untuk merusak)
Instink
ini memberikan perilaku yang agresif pada setiap individu. Instink mati
mengakibatkan agresi yang ditujukan pada orang lain, maupun diri sendiri. Hal
ini juga diperkuat oleh pendapat dari Freud yang menyatakan bahwa tujuan semua
hidup adalah mati (1920). Pendapat adanya keinginan untuk mati tersebut
didasarkan pada prinsip konstanti Fechner.
Terdapat
tiga sistem yang saling berinteraksi dalam diri manusia, yaitu id, ego, dan
super ego. Id merupakan segala sumber energi psikis, semua prinsip
ketidaksadaran dan hanya kesenangan merupakan milik id. Ego berfungsi untuk mengatur
dorongan id, dengan prinsip proses dunia nyata. Sedangkan super ego berisikan
tentang aturan-aturan moral ataupun harapan lingkungan. Super ego menggunakan
prinsip moral sebagai pertimbangan perilaku individu dalam kehidupannya.
Tahap – Tahap Perkembangan
Kepribadian menurut Sigmund Freud
Freud
memiliki pandangan bahwa apa yang terjadi pada awal perkembangan dapat
meramalkan apa yang akan terjadi pada tahap berikutnya.
Freud
membagi lima tahap perkembangan kepribadian, yaitu :
1.
Fase
Oral (0-1 tahun)
Aktifitas
awal bayi menekankan pada kebutuhan-kebutuhan mulut dan daerah sekitarnya,
mulai dari menyusu, makan, menghisap jempol, dan lainnya. Dalam fase oral,
terdapat dua tahapan. Yang pertama adalah Complete
Oral Incorporation atau peresapan total. Periode ini berlangsung hingga
bayi berusia kurang lebih 8 bulan, dimana ia mulai menumbuhkan Attachment atau kelekatan pada objek
yang dikenalnya pertama kali, dalam hal ini ibu sebagai objek kelekatannya.
Yang kedua adalah Sadisme Oral, dimana bayi
mulai menggigit. Pada bagian ini timbullah agresifias yang selanjutnya
berkembang emosi dan cinta.
2.
Fase
anal (1-3 tahun)
Ditandai
dengan berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (antiteksis) di
sekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul
perasaaan lega, nyaman, dan puas. Tugas
perkembangan yang penting pada fase anal, tepatnya pada saat anak usia 2th
adalah latihan kebersihan (toilet training). Latihan kebersihan yang
terselesaikan dengan baik, yaitu dengan cara membimbing, memuji, dan penuh
kasih sayang, akan menjadi dasar kreativitas dan produktivitas anak.
Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian. Namun,
jika anak gagal dalam fase ini, atau tugas tersebut tidak terselesaikan dengan
baik, akan menimbulkan kesulitan perkembangan perilaku di kemudian hari.
Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa
depan tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya,
jika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini
adalah prototip tingkahlaku keras kepala dan kikir (anal retentiveness personality).
3.
Fase Phallic (3-5 tahun)
Pada fase ini yang menjadi pusat adalah
perkembangan seksual dan rasa agresi serta fungsi, alat-alat kelamin. Pada masa
ini juga adanya proses kompleks Oedipus. Komlpeks Oedipus terdiri atas cathexis seksual terhadap orang tua yang
berlainan jenis kelaminnya serta cathexis
permusuhan terhadap orang tua yang sama jenis kelaminnya.
Kompleks Oedipus pada anak laki-laki dan
perempuan itu berbeda atau tidak sama. Perasaan untuk memperebutkan kasih
ibu dan menganggap ayah sebagai
saingannya, pada anak laki-laki cenderung tetap, sedangkan pada anak perempuan
berubah-ubah.
a. Perkembangan kompleks Oedipus pada anak
laki-laki.
Dorongan incest dengan ibu serta sikap
menentang terhadap ayah menyebabkan anak laki-laki memiliki konflik dengan
ayahnya. Adanya ketakutan dikastrasi
menyebabkan ditekannya keinginan seksual terhadap ibu dan rasa
permusuhan terhadap ayah, yang menyebabkan anak laki-laki mengidentifikasikan
diri terhadap ayah. Sehingga dengan hal tersebut anak laki-laki akan
mendapatkan dua macam manfaat, yaitu:
1. Memperoleh pemuasan dorongan seksnya terhadap
ibu
2. Rasa erotisnya terhadap ibu yang berbahaya
ditutup oleh sikap menurut dan sayang terhadap ibu.
b. Perkembangan kompleks Oedipus pada anak
perempuan.
Anak perempuan mengganti obyek cintanya dari
ibu ke ayah. Hal tersebut sebagai reaksi
terhadap pengalaman traumatisnya, yang keadaannya seperti dikastrasi:
·
Dia beranggapan ibulah yang bertanggung jawab terhadap keadaan yang
demikian yang melemahkan cathexisnya terhadap ibu.
·
Dia mentransfer cintanya kepada ayah karena memiliki organ yang ia
inginkan.
Freud berpendapat bahwa tiap orang secara
inherent adalah biseksual, tiap jenis kelamin tertarik oleh jenis kelamin yang
sama dan jenis kelamin yang berlainan. Timbulnya kompleks Oedipus merupakan hal
pokok pada masa falis dan tetap membekas seumur hidup.
4.
Fase
Laten (5-12 tahun)
Dalam
tahap ini anak mengalami periode perbedaan impuls seksual, disebut periode
laten. Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada,
tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting
dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi serta kepercayaan diri.
Pada fase ini, anak-anak secara relatif lebih mudah dididik daripada fase-fase
sebelumnya atau sesudahnya. Fase ini merupakan fase integritas karena anak
harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial. (misalnya, pelajaran sekolah,
hubungan kelompok sebaya, konsep nilai, moral, dan etik serta hubungan dengan
dunia dewasa). Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang
bersosialisasi dengan lingkungannya.
5.
Fase Genital (13+)
Di awal
fase genital ini seseorang mempunyai sifat narcitis yang artinya individu
mendapat kepuasan dari perangsang dan manipulasi dirinya sendiri. Orang lain
hanya memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah itu. Pada
fase ini seseorang mulai belajar mencintai orang lain karena alasan altruistis,
bukan hanya alasan narcitis. Kemudian di akhir fase ini dorongan altruistis
telah disosialisasikan menjadi tetap
dalam bentuk pemindahan obyek, sublimasi, dan identifikasi.
Singkat
dari fase ini adalah seseorang yang narcitis (mengejar kenikmatan) menjadi
orang dewasa yang disosialisasikan dan realistis. Fungsi biologis yang pokok
pada fase ini adalah organ reproduksi.
Walaupun
Freud menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase tetapi tidak berpendapat
bahwa terdapat batas yang tajam di antara fase-fase tersebut.
Sumber : Suryabrata Sumadi (2008). Psikologi
Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar