Ibu,
ia adalah pahlawan kita
Ibu,
mungkin satu-satunya orang di dunia ini yang bersedia selama 9 bulan membawa
kita kemana saja ia pergi.
Ibu,
kita memiliki hutang nyawa kepadanya. Ingat, dia bertaruh nyawa di hadapan
Tuhan demi memberi kesempatan kepada kita untuk melihat dunia ini.
Anak,
pasti memiliki sejuta kisah dengan ibunya.
Kisah
kasih sayang seorang ibu.
Aku menyamarkan namanya menjadi Ibu Ana.
20
tahun yang lalu Ibu Ana melahirkan putri pertama yang sebut saja namanya Fitri.
Fitri, bukan termasuk bayi yang ‘tenang’. Bahkan seolah-olah disetiap detik, di
rumah keluarga kecil ibu Ana tak pernah sunyi dari suara tangisan bayi. Siapa
dalangnya? Siapa lagi kalau bukan Bayi Fitri. Hingga hampir setahun usia Fitri,
Ibu Ana hampir tak pernah dapat tertidur lelap di malam hari karena harus terus
menggendong Fitri, menenangkan putrinya tersebut.
Fitri
mulai bisa berjalan dan bicara. Ia tumbuh menjadi balita yang aktif. Sedikitnya
Ibu Ana sudah dapat tidur dengan tenang
di malam hari. Tapi justru pada usia Fitri yang sekarang ini, lebih melelahkan
untuk Ibu Ana dari pada saat Fitri masih bayi.
Fitri
senang sekali berjalan kesana dan kemari sehingga secara otomatis Ibu Ana akan
mengikuti kemanapun putrinya tersebut bergerak. Lelah, dan akan lebih lelah
lagi jika Fitri sedang ngambeg. Fitri tidak mau di lepaskan dari gendongan Ibu
Ana.Tak jarang juga Ibu Ana harus tidur dengan terduduk sambil menggendong
Fitri.
Fitri,
siapakah Fitri? Oke aku akan jujur, Fitri tersebut adalah diriku sendiri.
Ketika
mengingat semua hal di atas, aku selalu ingin menangis. Betapa besarnya kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya. Terlebih ketika aku habis menyakiti hati ibu
dan membuatnya menangis, lalu mengingat semua hal diatas, aku merasa durhaka
dan jadi orang paling tak tahu malu sekaligus terbodoh di dunia ini. Bagaimana
aku membalas air susu (kasih sayang) yang ibuku berikan padaku dengan air tuba
(menyakiti hatinya).
Aku
memang sering menyakiti hati ibuku, tapi dalam hati kecilku tak pernah ada kata
benci untukknya. Justru bagiku dia adalah soulmate-ku.
Ya, aku tak bisa berkata-kata lagi dengan hal ini, aku sering menyakitinya tapi
dengan hati yang lapang dia mau menerima diriku menjadi salah satu dari soulmate-nya juga. Bahkan terkadang
temanku terheran-heran padaku bagaimana bisa aku begitu dekat dengan ibuku.
Kemanapun dan sedikit apapun suatu hal, semuanya, aku selalu membaginya dengan
ibu. Karena dialah yang paling bisa membuatku nyaman untuk memberi dan
bercerita. Aku dan ibu seperti sahabat karib tapi terikt oleh hubungan darah.
Yang
paling membuatku bertambah sayang dan bangga memiliki ibu seperti ibuku adalah
setelah kelahiran adikku. Kenapa demikian? Adikku lahir dan mengalami penyakit
di syarafnya sehingga dia menjadi ABK. Tapi, hal ini tak sedikit pun membuat
ibuku malu apalagi kecil hati. Ia tetap menyayangi adikku layaknya dia
menyayangiku, mengajak adikku bersosialisasi dengan banyak orang.
Sebagai
anak, sampai di umurku yang sekarang, aku belum dapat memberi kebagiaan yang
besar untuk ibuku. Hanya mampu memberinya rasa bangga dengan prestasi akademik
dan beasiswa kuliah yang kudapatkan, dimana itu semua tetap tak bisa dilepaskan
dari peran ibuku.
Materi,
kesuksesan bahkan nyawa ini sekalipun tak akan pernah dapat menggantikan kasih
sayangnya kepadaku. Aku hanya bisa berjanji pada diriku sendiri untuk tak akan
lagi menyakiti hatinya, memberi perhatian padanya atau apapun itu jika aku
mampu dan bisa membuatnya merasa bahagia.
Selamat Hari Ibu…
------
Untuk lebih banyak tahu tentang kecantikan, kesehatan dan
gaya hidup perempuan terkini
, klik www.perempuan.com